LAILATUL QADR SETAHUN SEKALI, MASAK DILEWATKAN TANPA ARTI

"SETAHUN SEKALI, MASAK DILEWATKAN TANPA ARTI?"
(Keutama’an, Waktu, Tanda dan Amaliyah Malam Lailatul Qadar)


______________
Tak lengkap rasanya mangarungi keagungan Ramadhan tanpa turut menjemput malam seribu bulan. Ya, istilah “seribu bulan” memang tak jarang disematkan pada malam dengan nama “Lailatul Qadar” ini. Bukan tanpa alasan beberapa pasang mata memberi istilah dengan se digdaya ini loh, disamping tak sedikit penyajian luas dari ulama’ bahkan baginda nabi, dalam firman-Nya pun tuhan dengan begitu jelasnya menyampaikan, bagaimana agungnya malam yang begitu spesial ini.
Berbincang Lailatul Qadar, yang terbesit pertama kali mungkin segudang keutamaan didalamnya. Bagaimana tidak, dalam ayat Al-Qur’an yang sering kita baca (Surat Al-Qadr), Allah SWT mengungkapkan bahwa pada malam ini akan terun sejumlah malaikat ke bumi untuk mengatur dan menangani segala urusan anak cucu adam, termasuk diantaranya ketentuan takdir dari tuhan. Penuh naungan rasa bahagia sejahtera, yang tak sama dengan malam-malam sebelumnya. Dan yang selalu menjadi ingatan, bahwa momen agung ini lebih utama dari seribu bulan, serta segala amal kebaikan oleh Allah dilipatgandakan.
Bermuara pemaparan dari kalam tuhan, salafunassolih, para ulamak, bahkan insanul kamil ‘Rasulullah’ begitu sangat menganjurkan kepada umat Islam untuk selalu antusias, semangat dan bagaimana untuk tidak melewatkan malam yang penuh dengan keberkahan ini. Untuk melajutkan tulisan, mungkin pembaca bisa membuat pertanyaan sederhana “Lalu kapan waktu Lailatul Qadar itu?”
(Baik, penulis akan tanggapi pertanyaan singkat ini). Sejatinya Lailatul Qadar hanya Allah SWT yang mengetahui secara pasti. Namum bila kita intip pendapat jumhurul ulama’ (mayoritas ulama’) tentang turunnya Lailatul Qadar, bahwa malam ini akan turun pada 10 terakhir pada bulan suci Ramadhan. Tetapi tidak bisa dipungkiri, ada juga yang berpendapat bahwa malam ini bisa saja turun di awal Ramadhan dan bahkan berpotensi berbeda dalam setiap tahunnya. (Mausuatul Fikhiyyah Al-Quwaytiyyah, Juz 25, 365).
Bahwa “malam Lailatul Qadar akan turun tanggal 10 terakhir bulan Ramadhan”, mungkin ini yang bisa lebih dijadikan pedoman. Disamping karna perpijak pada pendapat jumhurul ulama’ diatas, dalam sebuah riwayat, Nabi juga pernah memerintahkan sahabat untuk mencari kemuliaan malam agung ini, pada 10 terakhir di bulan suci.
Bahkan bila dikhususkan lagi seputar turunnya malam agung ini, ulama’ cenderung pada tanggal-tanggal ganjil di 10 terakhir Ramadhan dari pada tanggal-tanggal genapnya. Tidak berhenti disini loh, dari pendapat ini pun masih terjadi penggalan lagi. Imam Syafi’i berpendapat bahwa malam ini akan terjadi pada tanggal 21/23 Ramadhan, sementara versi Ibnu Abbas malam ini akan terjadi pada tanggal 27 Ramadhan. Wallahu a’lam. (Hasyiah Al-Bajury, juz 1, 583-584)
Dengan penyajian berbeda, Imam al-Gazaly memberi kaedah dan rumus yang agak mudah untuk menentukan kapan terjadinya malam Lailatul Qadar ini “Jika awal Ramadan terjadi pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatu Qadar akan jatuh pada malam 29 Ramadhan. Jika awal Ramadhan terjadi pada hari senin, maka Lailatul Qadar akan jatuh pada malam 21 Ramadhan. Jika awal Ramadhan terjadi pada hari Selasa atau Jum’at maka Lailatul Qadar akan jatuh pada malam 27 Ramdhan. Jika awal Ramadhan terjadi pada hari Kamis, maka Lailatul Qadar akan jatuh pada malam 25 Ramadhan. Dan jika awal Ramadhan terjadi pada hari Sabtu, maka Lailatul Qadar akan jatuh pada malam 23 Ramadhan” Demikian rumus yang buat oleh ulamak yang bergelar ‘Hujjatul Islam’ itu.
Salah satu ulamak kenamaan bernama Imam Abu Hasan As-Sadily pernah memberi legitimasi pada ‘rumus penetapan malam Lailatul Qadar’ yang dibuat Imam al-Gazaly ini. “Semenjak saya menginjak usia dewasa, Lailatul Qadar tidak pernah melesat dari kaidah-kaedah dari Imam Al-Ghazali ini” tegasnya dalam sebuah rujukan terpercaya. (Hasyiah Ianatuttolibin, juz 2, 214)
Dalam sebuah hadis juga menyebutkan tanda-tanda malam Lailatul Qadar dari sudut pandang yang berbeda. Pada riwayat itu disampaikan bahwa “malam Lailatul Qadar adalah malam penuh ketenangan. Suasana begitu ceria seolah tak ada beban. Cuaca tidak panas, pun tidak dingin yang berlebihan. Dan disiang harinya, matahari begitu cerah, terang dan menawan”. (Ini translit dari taks hadis, bukan penulis yang sok puitis).
Setelah perbincangan waktu dan tanda dicukupkan, mari beranjak pada “amaliyah dan doa-doa apa yang penting untuk dilaksanakan?”. Ya, agar sedikit to the poin maka penulis langsung sampaikan tak ubahnya seperti dalam ‘Syarhussodri Bizikri Lailatilqodri’ buah karya Imam Waliddin bin Hafidz Al-Iroqi. Dalam kitab itu dijelaskan, setidaknya ada ‘8 hal’ yang penting untuk tidak ditinggalakan seorang muslim saat malam Lailatul Qadar tiba:
“Memperbanyak doa, bertaubat dan istighfar, tasbih tahmid dan tahlil, solawat kepada baginda nabi, lebih menjaga diri dari maksiat, tidak meliburkan diri dari berjamaah, melaksanakan Solat Tahajjud (yang ditutup dengan memohon ampunan dan anugrah kesehatan), serta memperbanyak doa “اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي” (Ya Allah sesungguhnya engkau maha pemberi ampunan dan menyukai orang yang memohon ampunan, maka ampunilah aku).
“Untuk yang tetakhir merupakan amaliyah paling utama untuk dibaca pada malam Lailatul Qadar ini” lanjut Al-Iroqi dalam karyanya tersebut. Setidaknya ada dua alasan beliau -pun ulamak-ulamak lain- mengapa doa ini begitu penting untuk dibaca. Pertama: berlandasakan sunnah nabi. Karna dalam sebuat riwayat disebutkan, konon Sayyidatina Aisyah pernah bertanya pada baginda, bahwa “doa apa yang akan dibaca saat Lailatul Qadar tiba?”. Kemudian nabi menjawab seperti doa pada paragraf sebelumnya itu. Dan alasan kedua: karna malam agung ini penuh ampunan yang begitu luasnya (yang itu sesuai dengan isi kandungan doa diatas). (Syarhussodri Bizikri Lailatilqodri, 15)
“Solat Lailatul Qadar bagaimana?” Ya, tiap tahun diri tak pernah absen dari pertanya’an seperti ini. (Kita lanjut pembahasan sedikit lagi) bahwa Muhammad Haqi an-Nazili dalam karyanya ‘Khazinatul Asror’ mengutip dalam sebuah hadis bahwa “Solat Lailatul Qadar dilaksanakan dengan dua rakaat -tak ubahnya solat sunnah yang lain- namun setelah Al-Fatihah (disunnahkan) membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 7 kali, dan setelah pelaksanaan solat usai, dilanjutkan dengan memperbanyak mohon ampun (istighfar) kepada Allah SWT.
Sebagian ulama’ mengklaim pelaksanaa solat ini tergolong bid’ah, karna hadis yang menjadi acuan itu adalah hadis yang doif (lemah). Namun menurut sebagian yang lain, boleh-boleh saja dilaksanakan dengan sebuah alasan sederhana bahwa, kandungan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas itu termasuk fadhoilul a’mal (keutamaan-keutamaan amaliyah) sehingga golongan ini melegalkan bahkan menganjurkan. (dari penulis pribadi lebih memilih pendapat yang kedua ini).
Sebagai clossing: mungkin diri tak perlu paparkan lagi secara panjang, namun cukup mengulang judul yang sudah terpampang. (sekali lagi) “Setahun sekali, masak dilewatkan tanpa arti?.
Terimakasih sobat,
semoga catatan ringkih ini bisa bermanfaat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak