Bismillah...
Pernah suatu ketika aku ditanya, “dengan apa kau buktikan adanya tuhan?”. Ku termenung lama, memikirkan dengan apa tuhan dibuktikan? Tapi hati tak dapat mengingkari keberadaan tuhan. Dengan penanya seakan diriku dipaksa untuk menutup hati membuka mata, telinga, hidung untuk merasakan keberadaannya. Saat kujawab:
“kau percaya kan sesuatu yang berada di akal saja itu lebih kecil atau sedikit dari pada yang ada di kenyataan sekaligus di akal”
“oleh karena itu, jika kau munculkan tuhan itu maha besar di akalmu, maka bisa terwujud maha besar jika dikenyataan itu benar-benar ada. Tuhan itu maha besar maka ia benar-benar ada”
Ia akan bilang “itu apriori, hanya bermain logika tidak benar-benar membuktikan tuhan itu ada”.
“gini dah, segala sesuatu ada yang menciptakan, begitu pula alam ini tanda sebagai adanya pencipta. Karena ia maha pencipta, ia adalah wujud muthlaq yang tiada yang pencipta baginya.”
“Pernyataan seperti ini sangat mudah di sangkal. Karena terdapat premis kontradiktif. Katanya segala sesuatu ada penciptanya. Namun untuk menyatakan maha penciptanya tuhan diwujudkan bahwa tuhan tidak dicipta oleh apapun sebelumnya. Keduanya kontradiktif karena premis pertama adalah afirmatif universal sedangkan premis kedua adalah negatif partikular. Segala sesuatu ada penciptanya, namun mengapa tidak dengan tuhan? Bisa jadi alam ini juga tanpa pencipta bukan?”
Dengan apa lagi tuhan dibuktikan? haruskah tuhan terlihat dengan mata telanjang? haruskah kalamnya terdengar oleh telinga? Al hasil tuhan tidak akan pernah ada. Lalu mengapa tuhan begitu samar dan perlukah tuhan dibuktikan dengan tanda? Seberapa lemah tuhan untuk mewujudkan dirinya hingga ia masih membutuhkan tanda?
Mengapa kita tidak membuka hati kita untuk merasakan tuhan. Bagaikan kita ingin merasakan harumnya mawar namun hidung kita tertutup kita dituntut dengan segenap kemampuan akal kita. Mana mungkin mawar tercium harumnya? Tuhan begitu jelas tak membutuhkan tanda untuk membuktikannya, karena semua orang punya hati. Semua orang bisa merasakan tuhan dengan hati. Tuhan tidak memperlihatkan eksistensinya dengan indera fisik kita karena begitu lemah dan hina fisik kita. Relakah tuhan dipandang dengan mata yang sering digunakan untuk melihat yang tak pantas? Relakah tuhan didengar dengan telinga yang digunakan mendengar kekejian. Maka hati yang selamat dari kekejianlah yang dapat merasakan tuhan. Bukalah hatimu karena Dia menciptakan tidak untuk disia-sia kan.
Renungilah makna ya dhohir ya bathin.
Fastafti Qolbak!
dhani